{"id":2916,"date":"2016-07-28T06:02:32","date_gmt":"2016-07-27T22:02:32","guid":{"rendered":"http:\/\/ofamni.com\/?p=2916"},"modified":"2016-07-27T21:01:08","modified_gmt":"2016-07-27T13:01:08","slug":"cara-menentukan-harga-dengan-menggunakan-teknik-psychological-pricing","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/ofamni.com\/cara-menentukan-harga-dengan-menggunakan-teknik-psychological-pricing\/","title":{"rendered":"Cara Menentukan Harga Dengan Menggunakan Teknik Psychological Pricing"},"content":{"rendered":"
Sebagian besar dari kita kemungkinan tau bahwa menentukan harga dalam bisnis merupakan tugas yang melibatkan harga produk atau layanan.\u00a0Tapi bagaimana Anda dapat menentukan harga produk atau jasa secara efektif untuk meningkatkan penjualan dan membuat lebih banyak uang dengan sedikit usaha?<\/p>\n
Ada salah satu teknik menentukan harga yang kini lagi marak-maraknya kita jumpai di supermarket atau departement store di indonesia. Teknik penetapan harga tersebut, baru disadari oleh banyak konsumen pada awal tahun milenium (2000) di indonesia sendiri. Teknik itu dinamai dengan Psychological Pricing.<\/p>\n
Psychological Pricing<\/a>\u00a0adalah strategi harga \/ pemasaran berdasarkan teori bahwa harga tertentu memiliki dampak psikologis yang lebih besar pada konsumen daripada yang lain.\u00a0Berikut adalah lima strategi dalam teknik penerapan psychological pricing yang telah ofamni rangkum berdasarkan sub teknik ini:<\/p>\n Strategi ini sering disebut dengan “charm pricing”, teknik ini melibatkan penggunaan harga yang berakhiran 9.<\/p>\n Kemunginan teknik ini sudah sering konsumen temui, teknik ini biasanya penyedia layanan atau produk menetapkan harga dengan mengurangi satu digit awal. Contohnya misalnya harga dasarnya Rp 300.\u00a0000, kemudian penjual menetapkan harga sebesar Rp. 299.000. Nah hal ini telihat lebih murah dimata, padahal hanya beda 1000. Tapi bagamana pun, kesan pertama yang dilihatnya calon konsumen adalah adalah angka 2 yang lebih murah dari angka 3. Pada tahun 2005,\u00a0Thomas dan Morwitz<\/a>\u00a0melakukan penelitian mereka disebut “the left-digit effect in price cognition.”\u00a0Mereka menjelaskan bahwa, “harga yang berakhiran sembilan akan dianggap lebih kecil dari harga satu digit awal yang lebih<\/p>\n Dalam sebuah\u00a0eksperimen yang dilakukan oleh University of Chicago dan MIT<\/a>\u00a0, pakaian wanita digunakan untuk menguji pengaruh efek digit kiri.\u00a0Pertama, harga yang ditetapkan sebesar $ 34, $ 39 dan $ 44.\u00a0Hal yang mencengangkan para peneliti, barang-barang yang dijual terbaik $ 39 meskipun ada harga yang lebih murah dan lebih mahal daripada pilihan itu.<\/p>\n Jadi, pesan di sini adalah, jika Anda ingin meningkatkan pembelian produk dan jasa Anda, konversi angka akhir nol sampai sembilan. Sebuah contoh sempurna dari strategi ini dapat ditemukan di website Apple, di mana masing-masing harga produk berakhir dengan 9.<\/p>\n Strategi Prestige adalah kebalikan dari charm pricing atau poin sebelumnya.\u00a0Prestige melibatkan semua nilai numerik menjadi angka bulat, jadi misalnya harganya Rp 199.472, kemudian penjual membulatkan menjadi Rp 200.000.<\/p>\n Anda mungkin bertanya-tanya mengapa.\u00a0Menurut\u00a0Kuangjie Zhang dan Monica Wadhwa<\/u>\u00a0pada sebuah studinya di tahun 2015, membulatkan harga (misalnya, Rp. 200.000) akan lebih lancar diproses dan mendorong ketergantungan pada perasaan konsumen, dibandingkan dengan angka non-bulat (misalnya, Rp. 199,472) yang kurang lancar diproses dan mendorong ketergantungan pada kognisi.<\/p>\n Ini berarti bahwa angka bulat ada sisi positif karena pembelian yang didorong oleh perasaan dan harga diproses dengan cepat. Teknik ini biasanya diterapkan pada produk-produk bernilai harga rendah seperti makan ringan, minuman dingin dan sebagainya.<\/p>\n Teknik ini adalah strategi harga di mana pelanggan membayar harga penuh untuk satu produk atau layanan untuk mendapatkan lain secara gratis.<\/p>\n Strategi psikologis yang bekerja di sini adalah, sederhana, keserakahan.\u00a0Jika pelanggan di tawaran itu dalam kondisi tidak fokus atau lengah, logika akan seringkali terabaikan dan fokus utamanya adalah melakukan pembelian untuk mendapatkan item gratis.<\/p>\n Karena sekarang teknik ini telah diadopsi secara luas dan kebanyakan orang sudah ketahui kelicikan dari teknik ini, Maka Anda bisa mengimprovisasi sedikit terkait teknik ini, seperti:<\/p>\n Untuk sepenuhnya memaksimalkan strategi ini dan dapatkan kreatifitas dari teknik penawaran Anda.<\/p>\n Perbandingan harga dapat ditandai sebagai strategi psychological pricing yang paling efektif.\u00a0Teknik ini hanya melibatkan penawaran dua produk sejenis secara bersamaan tetapi membuat harga satu produk jauh lebih menarik daripada yang lain.<\/p>\n Teknik ini adalah permainan psikologis pilihan bagi pelanggan, yang harus memilih antara dua produk yang serupa tetapi memiliki harga yang berbeda.<\/p>\n Teknik ini akan berjalan dengan efektif jika calon konsumen dalam keadaan lengah atau tidak fokus, ketika melihat produk secara tidak langsung mereka akan membandingkan produk disebelahnya, dan dalam keadaan tertentu calon konsumen tersebut dapat menganggpan produk yang dilihatnya sangat murah sehingga tergiur untuk membelinya.<\/p>\n Sudah hal yang lumrah, jika sebagian besar calon konsumen akan keliling atau menyelusuri gerai untuk mencari harga yang lebih murah ketika mencari satu jenis barang tertentu. Dengan budaya tersebut, sebenarnya dapat Anda gunakan teknik psychological pricing agar harga produk Anda lebih condong terlihat , tapi secara umum di toko, price tag atau label harga telah dibuatkan oleh penjual barang, sehingga font atau ukuran harga tidak dapat kita sesuaikan sendiri.<\/p>\n Tetapi ada cara efektif lain yang dapat Anda gunakan, yaitu dengan menyertakan harga kedalam kemasan produk Anda. Seperti yang dilakukan oleh Big Cola di tahun 2015. Produk minuman bersoda itu mencantumkan harganya juga di plastik kemasannya, sehingga ketika disupermarket atau minimarket, calon konsumen akan lebih condong melihat harga produknya tersebut. Hal itulah yang membuat big cola sukses menggunakan teknik yang masih jarang digunakan di indonesia pada umumnya, karena teknik ini hanya sering kita jumpai dipasar pelelangan, yang dimana seluruh penjual dipasar tersebut saling berlomba-lomba memaparkan harga jualannya ke konsumen yang melintas disekitarnya.<\/p>\n Trik ini memicu efek kelancaran dan penafsiran perbedaan visual untuk perbedaan angka yang lebih besar, menurut penelitian tahun 2005 oleh\u00a0Keith Coulter dan Robin Coulter.<\/a><\/p>\n\n
\n
\n
\n
\n
\n