Functional Fixedness

Apa itu Functional Fixedness dan apa penyebab nya?

Functional Fixedness adalah salah satu bias kognitif yang dimana seseorang terbatas dalam menggunakan suatu objek hanya melakukan dengan cara traditional. Contoh umumnya, Budi ditengah perjalanan pulang kerumahnya, seketika salah satu pasang sendal yang ia gunakan putus, namun karna ia tidak punya peniti atau alat yang bisa membantu membenarkan sementara sendalnya saat itu, ia lebih memilih tetap memilih untuk mengenakan sendal putusnya sampai kerumah dengan kaki yang terlihat pincang dan kesusahan menonggah sendalnya yang putus dibanding melepaskannya dan memegang saja sambil jalan, Walaupun jalan yang ia lewati jalan yang lumayan, mulus tidak berkerikil dan sepi karna kebetulan lokasi tersebut di pedesaan. Seorang psikolog sekaligus ahli pembaca bentuk/gerak tubuh yaitu Karl Duncker mendefenisikan Functional Fixedness sebagai suatu “Mental block terhadap menggunakan objek dengan cara baru yang diperlukan untuk memecahkan suatu masalah”. Block yang dimaksud ialah dimana seseorang membatasi kemampuan individunya untuk menggunakan komponen lain yang diberikan atau yang mereka miliki untuk menyelesaikan tugas atau masalahnya, karena mereka tidak memahami pergerakan komponen yang ia miliki untuk tujuan dasar komponen (Komponen : bagian tubuh yang telah dimiliki manusia, seperti tangan, kaki, dan sebagainya). Functional Fixedness biasanya hanya terjadi pada masa kanak-kanak tapi tidak jarang pula dijumpai pada orang-orang yang bisa dibilang cukup matang dalam pemikirannya.

Percobaan Functional Fixedness sudah beberapa kali dilakukan oleh para peneliti salah satunya yang telah dilakukan oleh Duncker pada tahun kemerdekaan republik indonesia (1945), 

Duncker tersebut menyoba melakukan experiment kepada beberaa subyek secara terpisah. Duncker memberikan peserta beberapa alat yaitu lilin, sekotak pines, paku, dan korek api dan mereka diminta untk melampirkan lilin ke dinding sehingga tidak menetes ke lantai. Duncker menemukan lebih banyak peserta yang mencoba untuk melampirkan lilin langsung ke dinding dengan paku yang telah diberikan dibandingkan peserta yang menggunakan bagian dalam kotak sebagai tumpuan lilin kemudian kotak tersebutlah yang dipaku ke tembok. Percobaan ini membuktikan pemikiran seseorang tidak terkecuali hanya melihat dan mencari jalan yang lebih pintas dalam menyelasikan masalah dan tidak mementingkan efek yang bisa terjadi dan apa yang akan terjadi saat melakukan tindakan tersebut.

Sungguh disayangkan experiment seperti ini sudah beberapa kali dilakukan oleh beberapa peneliti di dunia namun tidak pernah mendapat hasil yang sangat-sangat memuaskan walaupun tidak semua populasi didunia yang berpikiran selayak itu.